Pameran Lukisan Arteranow, dari Sarkastik Sampai Halus

Budaya, Home2771 Dilihat

Budaya,JN – Persoalan sosial dalam seni lukis cukup jamak. Sejumlah pelukis mengangkat masalah sosial dalam pameran bertajuk ‘Arteranow’ dengan kekhasannya masing-masing, mulai dari yang sarkastik sampai yang halus. Lukisan-lukisan mereka diikat dengan benang merah persoalan sosial, mulai dari soal lingkungan hidup hingga keadilan sosial

Pameran ini melibatkan tujuh orang perupa dan sebuah studio. Kritik sosial dilancarkan Icak HJ dalam gaya pamflet yang digambar dengan pensil warna di atas kertas ukuran A5. Sebuah sepatu lars hitam yang besar siap menginjak sejumlah orang yang berukuran lebih kecil. Orang-orang ini menyangga alas sepatu agar tidak terinjak, disertai tulisan ‘kami tetap melawan’.

Kesan sarkastik yang memunculkan keprihatinan terhadap Indonesia divisualkan Septian Sadewa. Potret dirinya sedang berpikir keras, kepalanya panas berasap, terkesan semrawut sembari merokok yang mengepulkan asap tebal. Latarnya merah putih.

Di sisi lain, Lanjar Jiwo yang biasanya juga sarkastik mengangkat masalah eksploitasi terhadap negeri ini, kali ini mengangkat persoalan lingkungan hidup dari posisi ideal. Mengingatkan tentang fitrah alam yang harmonis, yang seharusnya demikian sesuai tujuan penciptaan alam ini. Sebuah kehidupan yang saling melengkapi. Ia menampilkan sebuah pohon besar yang penuh dengan berbagai serangga dan burung, baik di batangnya yang besar maupun di daunnya yang rindang. Pada lukisannya yang lain, burung-burung beterbangan di sekitar pohon besar dalam komposisi simetris. Warna hijau mendominasi serial ‘Alam Terkembang’ ini.

Iskandar SY membuat lukisan yang lembut. Dengan penyampaian yang reflektif dan metaforik, ia menampilkan ‘Dunia Sophie #2’ dan ‘Dunia Sophie #3’. Dunia Sophie adalah novel kondang karya Jostein Gaarder yang memperkenalkan filsafat secara memikat. Lukisan lainnya, ‘Hope’ hanya menampilkan kepala. Beberapa balon warna-warni terbang di sisi kanan wajahnya, memberikan suasana riang. Balon-balon yang biasanya ada pada pesta ulang tahun, yang sarat dengan syukur dan harapan. Matanya ditutupi kertas yang agaknya berfungsi sebagai filter, ada lubang kecil di tengah untuk melihat, seperti upaya untuk berfokus pada harapan.

Yang berbeda adalah lukisan Irwan Guntarto, yang justru terasa solitaire. Lukisannya menampilkan seorang perempuan sedang menggesek biola, lukisan lainnya memvisualkan seorang perempuan sedang meniup saksofon. Keduanya sama-sama berada di antara guyuran hujan. Perempuan violis itu melayang di antara awan, sangat asyik menggesek biolanya. Keduanya terkesan tenggelam dalam dirinya.

Pameran yang diadakan di AOA Resto & Creative Space, Yogyakarta, ini berakhir pada 12 Januari 2018. Dengan sudut penciptaan yang berbeda secara keseluruhan lukisan-lukisan yang dipajang tidak seragam, tidak monoton. Wajah surealis Iskandar, dan alam hijau Lanjar yang lembut, berdampingan dengan wajah Sadewa dan pamflet Icak yang getir. (*)

Sumber: Tembinews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *